MANAJEMEN
KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A.
MANAJEMEN
KELAS UNTUK PEMBINAAN DISIPLIN KELAS
Manajemen
kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas untuk
menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat
belajar secara efektif.[1]
Manajemen
kelas juga dapat diartikan sebagai proses seleksi yang menggunakan alat yang
tepat terhadap problem dan situasi
manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar
mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan
baik sesuai dengan kemampuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen
kelas merupakan usaha sadar
untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar
itu mengarah kepada penyiapan bahan
belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,
mewujudkan situasi dan kondisi proses
belajar mengajar dan pengaturan
waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler
dapat tercapai.[2]
Manajemen kelas bertujuan untuk:
a. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik
sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta
didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin,
b. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat
menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran,
c. Menyediakan
dan mengatur fasilitas belajar
serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai
dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas,
d. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan
latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.[3]
Dalam melakukan aktivitas manajemen kelas untuk
pembinaan disiplin kelas yang berbasis psikologi pendidikan, ada beberapa
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :
a. Pendekatan
otoriter
Dalam pendekatan otoriter atau pendekatan
otoritas, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah menegakkan
peraturan yang berlaku di kelas secara persuasive dan mendidik. Jika siswa
melanggar disiplin kelas, maka guru dapat memberikan hukuman yang mendidik,
sedangkan jika siswa menaati peraturan disiplin kelas diberikan penguatan
(reward) agar sikap dan perilaku terpuji tersebut semakin diintensifkan oleh
siswa sehingga dapat menjadi model bagi siswa lainnya.
b. Pendekatan
permisif
Dalam pendekatan permisif, yang
perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah memberikan kebebasan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensinya dengan difasilitasi oleh guru.
Guru perlu menghargai hak dan mengetahui kewajiban para peserta didik agar
peserta didik di samping memenuhi haknya juga perlu mematuhi kewajibaruiya
sebagai peserta didik di kelas, sehingga suasana disiplin kelas tetap terjamin.
c. Pendekatan
instruksional
Dalam pendekatan instruksional, yang
perlu dilakukan oleh para guru, di kelas ialah merencanakan dengan teliti
pelajaran yang baik dan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
setiap peserta didik. Dengan pendekatan ini, perilaku instruksional guru yang
disiplin akan menjadi pedoman atau teladan bagi peserta didik dalam melakukan
disiplin di kelas.
d. Pendekatan pengubahan perilaku,
Dalam pendekatan pengubahan perilaku,
yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana mengubah perilaku peserta didik yang tidak
disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Adapun yang dapat dilakukan oleh
guru ialah dengan memberikan hukuman yang mendidik kepada peserta didik yang
tidak disiplin agar menjadi disiplin. Selain itu, guru juga dapat menjadi model
perilaku disiplin bagi anak didiknya, agar anak didik yang tidak disiplin
menjadi disiplin karena meneladani gurunya.
e. Pendekatan
sosial emosional
Dalam pendekatan sosial emosional, yang
perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana hubungan sosial
emosional yang baik antara guru dengan para peserta didik di kelas. Melalui
hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan anak didiknya, maka anak
didik akan mudah mengikuti berbagai perilaku teladan guru, termasuk perilaku
disiplin yang dimiliki oleh guru di dalam kelas sehingga para peserta didik
juga menjadi disiplin di kelas.
f. Pendekatan
proses kelompok
Dalam pendekatan proses kelompok, yang
perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah membimbing para siswa agar dapat
saling berinteraksi sosial dalam suasana kelas yang penuh disiplin. Dalam
suasana kelas yang disiplin tersebut akan terjadi interaksi sosial yang
disiplin pula dengan bimbingan dari guru sehingga antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain saling mendisiplinkan diri melalui interaksi sosial.[4]
B.
PRINSIP-PRINSIP
DISIPLIN KELAS SEBAGAI WUJUD MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Sikap disiplin yang dilakukan oleh
seseorang atau peserta didik, hakekatnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi
nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh para guru
ialah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu kepada nilai-nilai
keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat, nilai-nilai kekuasaan yang dimiliki oleh para guru, dan nilai
rasional yang selalu berbasis pada akal yang cerdas dan sehat. Nilai-nilai
tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib suatu sekolah yang harus
dipedomani oleh para warga sekolah.
Disiplin kelas merupakan hal penting
terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam
semangat pendekatan pendidikan disiplin yang mengacu psikologi pendidikan,
hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip
kemanusiaan dan demokrasi dalam penegakkan disiplin berfungsi sebagai petunjuk
dan pengecek bagi para guru dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan
disiplin.[5]
Pendekatan disiplin yang dilakukan
oleh para guru harus memperhatikan beberapa prinsip berikut ini, yaitu:
a.
Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan
kemanusiaan di kelas,
b.
Mengembangkan budaya disiplin di kelas dan mengembangkan
profesionalisme guru dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin di dalam kelas,
c.
Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari
peserta didik dalam melaksanakan budaya disiplin di kelas,
d.
Menumbuhkembangkan
kesungguhan untuk berbuat dan berinovasi dalam menegakkan budaya disiplin di
kelas oleh para guru dan peserta didik di kelas,
e.
Menghindari
perasaan tertekan dan rasa terpaksa pada diri guru dan peserta didik dalam
menegakkan dan melaksanakan budaya disiplin di kelas.
Prinsip-prinsip
dalam mendisiplinkan kelas tersebut sangat perlu dilakukan, karena disiplin
kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku yang disiplin di
kelas. Namun, dalam usaha penegakkan disiplin di kelas, para guru harus tetap
memperhatikan berbagai teori, prinsip, dan konsep yang tersurat dalam materi
psikologi pendidikan, agar penegakkan disiplin di dalam kelas tetapi dilakukan
oleh para guru secara edukatif, persuasif, dan demokratif yang menguntungkan
bagi para guru dan peserta didik di sekolah.
C. PEMELIHARAAN BUDAYA DISIPLIN DAN USAHA KURATIF
TERHADAP PELANGGARAN DISIPLIN DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dalam
upaya untuk memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang,
para guru di kelas hendaknya selalu konsisten dan berkesinambungan menunjukkan
sikap dan perilaku selalu disiplin datang ke kelas, disiplin dalam mengajar,
dan kegiatan disiplin lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan
pendidikan di kelas. Selain itu, aplikasi konsep, prinsip, dan teori-teori
psikologi pendidikan harus juga diterapkan dalam memelihara budaya disiplin
kelas yang telah tumbuh dan berkembang.
Adapun aplikasi dari teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas.
Adapun aplikasi dari teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas.
Selanjutnya,
dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas
perlu dilaksanakan dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif.[6]
Cara-cara
penanggulangan dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis
gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau
kelompok.
Langkah
tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai kepada tahap penyembuhan, dengan
tetap bertumpu kepada penekanan subtansinya bukan pribadi peserta didik. Di
samping itu, para guru harus tetap menjaga perasaan kecintaan terhadap peserta
didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar
bahwa disiplin di kelas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
faktor lingkungan siswa, seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, para guru
juga perlu menjalin kerjasama dengan para orangtua di rumah, agar kebiasaan
disiplin di sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh.
Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu:
Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu:
a. Tahap
pencegahan
Pada tahap pencegahan, para guru
perlu menciptakan suasana kelas yang disiplin, ketepatan instruksional, dan
perencanaan pendidikan yang disiplin. Pada tahap pemeliharaan disiplin, para
guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam
menunjukkan perilaku disiplin di dalam kelas.
b. Tahap
pemeliharaan,
Pada tahap pemeliharaan disiplin,
para guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam
menunjukkan perilaku disiplin di dalam kelas.
c. Tahap campur
tangan,
Pada tahap campur tangan, para guru
perlu menangani perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas dengan
mempelajari gejalanya dan mencari akar permasalahannya dengan teknik-teknik
yang berbasis psikologi pendidikan berupa pemberian sanksi/hukuman.
d. Tahap
pengaturan.
Pada tahap pengaturan, para guru
perlu mengatur perilaku peserta didik yang menyimpang dari disiplin kelas
dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang mendidik, persuasif, dan
demokratis agar peserta didik menyadari perilakunya yang menyimpang dan kembali
mematuhi disiplin kelas.
Contoh
jenis gangguan disiplin kelas
dan cara menanggulanginya,
a. Jika gangguan disiplin kelas berupa gangguan
percakapan yang dilakukan antar peserta didik yang mengganggu proses
pembelajaran, maka guru segera menghampiri peserta didik yang sedang
menjelaskan materi pelajaran di muka kelas.
b. Jika
pelanggaran terhadap disiplin kelas berupa pelemparan catatan dari peserta
didik yang satu ke peserta didik yang lain, maka tindakan yang perlu diambil
oleh guru di kelas ialah mendekati siswa tersebut secara persuasive dan
menyatakan bahwa perbuatan seperti itu kurang baik, merugikan diri sendiri, dan
orang lain.[7]
Masih
banyak contoh lain tentang pelanggaran disiplin kelas,akan tetapi yang penting
bagi para guru ialah mengatasi berbagai bentuk pelanggaran disiplin kelas
dengan pendekatan demokratif, edukatif, dan persuasif Selain itu, para guru
juga perlu menerapkan prinsip-prinsip, teori, dan konsep dalam psikologi
pendidikan dalam mengatasi pelanggaran disiplin kelas.
[1] Rachman,
1999:11,dalam Sutrisna I
Made,dkk.2009.Psikologi Pedidikan.Jakarta. Departemen Agama RI
[2] Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen,
1996
[3] Dirjen.
PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996
[4] Entang dan
Joni, 1984:19 dalam Jhon W. Santrock.Psikologi Pendidikan.Jakarta : PT Prenada
Media Group
[5] Rachman, 1999:170 dalam Sutrisna I
Made,dkk.2009.Psikologi Pedidikan.Jakarta. Departemen Agama RI
[6] Rachman,
1999:207 dalam Sutrisna I
Made,dkk.2009.Psikologi Pedidikan.Jakarta. Departemen Agama RI
[7] Jhon W.
Santrock.Psikologi Pendidikan.Jakarta : PT Prenada Media Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar